kabargolkar.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian terus berupaya menunjukkan kemampuan industri nasional di
kancah global, termasuk dalam keberhasilan mengaplikasikan teknologi digital. Transfomasi ke arah industri 4.0 ini merupakan wujud nyata implementasi dari peta jalan Making Indonesia 4.0.
“Pemerintah optimistis terhadap aspirasi besar yang ada di dalam Making Indonesia 4.0 bisa terwujud, yakni menjadikan Indonesia sebagai bagian dari 10 negara yang memiliki perekonomian terkuat di dunia pada tahun 2030,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pada Business Forum Expo 2020 Dubai yang mengangkat tema Industry of Indonesia 4.0 - Electronic and Automotive Industry, Sabtu (23/10) waktu setempat.
Menperin mengemukakan, awalnya saat diluncurkan pada tahun 2018, peta jalan Making Indonesia 4.0 menetapkan lima sektor industri yang mendapat prioritas pengembangan dalam menerapkan digitalisasi, yakni industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, elektronik, dan kimia.
Namun, seiring berjalannya waktu, terutama dalam masa pandemi Covid-19, pemerintah menambah dua sektor lagi yang juga turut dipacu kinerjanya, yakni industri farmasi dan alat kesehatan. Kedua sektor ini mampu tumbuh di tengah masa pandemi sehingga punya potensi besar dalam menopang perekonomian nasional ke depannya.
“Sektor-sektor industri tersebut berperan penting terhadap perekonomian Indonesia, di antaranya berkontribusi terhadap 70 persen dari GDP manufaktur Indonesia, 65 persen pada ekspor manufaktur Indonesia, dan 60 persen dari tenaga kerja manufaktur Indonesia,” sebut Agus.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin Taufiek Bawazier mengemukakan, pihaknya bertekad semakin memacu kinerja dua sektor industri binaannya yang masuk prioritas pengembangan dalam Making Indonesia 4.0, yakni industri otomotif dan elektronika. Kedua sektor tersebut saat ini telah menerapkan industri 4.0 yang dapat meningkatkan daya saingnya.
“Keuntungannya dalam bertransformasi digital, antara lain adalah dapat meningkatkan daya saing, mengurangi cost, meningkatkan revenue, dan memiliki kesempatan untuk memperluas market secara global,” ungkapnya.
Taufiek memaparkan bahwa Indonesia adalah pasar otomotif terbesar di Asia Tenggara. Ekosistem di sektor ini telah mempekerjakan lebih dari 1,5 juta orang. “Saat ini, industri otomotif Indonesia didukung oleh industri komponen tier 1, 2, dan 3 yang berperan penting terhadap produktivitasnya. Pemerintah terus meningkatkan ekosistem industri otomotif ini karena membawa dampak luas bagi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat,” tuturnya.
Apalagi, Pemerintah Indonesia sedang fokus dalam pengembangan industri kendaraan listrik. Sudah ada beberapa peraturan dan kebijakan yang diterbitkan dalam upaya memberikan kemudahan untuk mendatangkan investor di tanah air.
“Salah satu investasi yang digenjot adalah pengembangan baterai. Sebab, itu merupakan komponen utama dalam electric vehicle (EV), dan Indonesia punya raw material-nya berupa aluminium, tembaga, graphite, nikel, mangan, dan cobalt,” ungkapnya.
Menurut Taufiek, Indonesia telah menerapkan peta jalan pengembangan kendaraan listrik melalui Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 27 tahun 2020. “Sangat penting untuk investor berinvestasi di Indonesia karena kami yakin di masa depan akan terjadi peningkatan demand EV di dunia. Indonesia punya target pengembangan komponen utama untuk EV seperti baterai, motor elektrik, dan inverter,” imbuhnya