Kabargolkar.com - Kementerian Keuangan kembali mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) oleh
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI atas Laporan Keuangan Tahun 2019. Capaian ini diraih Kementerian Keuangan sebanyak sembilan kali berturut-turut sejak tahun 2011. Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar Puteri Anetta Komarudin menilai agar Kementerian Keuangan mempertahankan sekaligus meningkatkan kinerja terhadap pengelolaan dan pemanfaatan anggaran.
“Capaian WTP menjadi bukti kepatuhan terhadap standar akuntansi yang ditetapkan, serta terbebas dari kesalahan penyajian informasi secara material. Namun, predikat ini tetap harus diiringi capaian indikator kualitas dalam penggunaan anggaran yang memberikan dampak terukur terhadap sosial, ekonomi, maupun lingkungan. Selain itu, Kementerian Keuangan tetap harus meningkatkan kinerja, utamanya terkait temuan-temuan signifikan BPK RI, salah satunya mengenai penatausahaan piutang perpajakan,” ungkap Puteri dalam rilisnya yang kami terima, Senin (31/8/2020) malam.
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LHP LKPP) Tahun 2019, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menilai adanya kelemahan sistem pengendalian intern dalam penatausahaan piutang perpajakan pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP), serta belum optimalnya pengelolaan piutang pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
Laporan tersebut menyatakan bahwa terdapat kenaikan saldo piutang per 31 Desember 2019 sebesar 16,22 persen, yaitu menjadi Rp94,69 triliun, dibandingkan tahun sebelumnya yakni Rp81,44 triliun. Jumlah tersebut sebagian besar merupakan saldo piutang perpajakan pada DJP sebesar Rp72,63 triliun atau meningkat 6,67 persen, dan sisanya merupakan piutang yang menjadi kewenangan DJBC. Padahal BPK RI telah merekomendasikan Kementerian Keuangan agar menginstruksikan DJP untuk menindaklanjuti hasil pemeriksaaan tahun sebelumnya.
“Kenaikan piutang ini harus menjadi perhatian bersama karena seharusnya jumlah pajak yang belum dilunasi oleh Wajib Pajak berangsur menurun, bukan justru mengalami kenaikan. Oleh karena itu, rekomendasi BPK seperti pemutakhiran sistem informasi dan penyusunan kebijakan akuntansi terkait, agar segera diimplementasikan sehingga nantinya piutang ini dapat cepat terselesaikan dan tidak melebihi batas waktu. Selain itu, diperlukan juga skema dan target penagihan setiap tahunnya untuk menambah penerimaan negara yang tahun ini menurun akibat pandemi COVID-19 maupun dampak subsidi fiskal.” ujar Wakil Sekretaris Fraksi Partai Golkar ini.
Dalam Rapat Kerja Komisi XI bersama Kementerian Keuangan pada Rabu (26/8), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa pemerintah tengah berusaha untuk melakukan peningkatan penatausahaan piutang perpajakan, di antaranya dengan implementasi kebijakan Sistem Akuntansi Pendapatan (Revenue Accounting System/RAS) pada DJP secara nasional mulai 1 Juli 2020. Dengan diterapkannya sistem ini, diharapkan piutang akan mencerminkan kondisi paling terkini serta lebih akurat dalam memvalidasi data piutang setiap transaksi karena dapat diakses secara real time. Selain itu, DJBC juga akan memberlakukan prosedur standar operasional untuk pencatatan dan mutasi piutang