 
																		Kabargolkar.com - Ketua Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang Pendidikan dan Layanan Psikologi
Hetifah Sjaifudian menyampaikan laporan RUU tentang Pendidikan dan Layanan Psikologi dalam rapat kerja Komisi X DPR RI dengan pemerintah.
Dalam laporan tersebut, ia menyebutkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) untuk pertama kalinya dalam raker tersebut sejumlah 117 DIM, diubah redaksi sebanyak 124 DIM, diubah substansi sebanyak 87 buah, penambahan substansi sebanyak 86 buah, dan Dim dihapus banyak 259, atau total 673 DIM.
“Raker juga memberikan mandat kepada panja untuk membahas DIM diubah redaksi, diubah substansi DIM dihapus, dan DIM penambahan substansi, serta sementara tim tetap disepakati dalam raker,” kata Hetifah dalam Rapat Kerja Komisi X DPR RI bersama Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI; Menteri Kesehatan RI; Menteri Sosial RI; dan Menteri Hukum dan HAM RI di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, belum lama ini.
Komisi X DPR RI dan pemerintah sepakat membawa RUU ini ke Pembahasan Tingkat II.
Politisi Partai Golkar itu mengungkapkan bahwa dalam raker disepakati terdapat lima isu krusial dalam RUU Praktik Psikologi, yaitu layanan praktik psikologi pendidikan dan tenaga psikolog, tata kelola penjaminan mutu, kemitraan dan pembiayaan, serta organisasi profesi. “Pembahasan dilakukan dengan metode klaster berdasarkan isu isu krusial tersebut di atas dari isu krusial tersebut, panja ruu praktik psikologi,” imbuh Hetifah.
Komisi X DPR RI, lanjut Hetifah, melaksanakan berbagai kegiatan antara lain rapat intern panja Komisi X DPR RI, rapat panja DPR dengan pemerintah, pakar dan berbagai pemangku kepentingan psikologi. Kunjungan kerja untuk mendapatkan masukan konsinyering secara maraton serta rapat tim perumus dan sinkronisasi setela melakukan pembahasan terjadi dinamika dan perubahan substansi, serta uji publik. “Uji Publik ini untuk mendapatkan masukan dan pandangan guna penyempurnaan ruu pendidikan dan layanan psikologi dari para pemangku kepentingan psikologi,” jelas Wakil Ketua Komisi X DPR RI tersebut.
Hetifah menyampaikan, prinsip yang dikedepankan dalam pembahasan RUU tersebut yakni RUU tentang pendidikan dan layanan psikologi ini mengatur kepentingan bangsa dalam hal pendidikan dan layanan psikologi. “Dalam arti RUU ini tidak mengutamakan kepentingan kelompok tertentu atau pemerintah saja, melainkan mengatur untuk kepentingan semua. RUU ini tidak mengandung pesan adanya ego sektoral,” tegasnya.
Dalam laporan tersebut, Hetifah menjelaskan RUU ini bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan psikologi, layanan psikologi, daya saing dan kesejahteraan psikologis masyarakat. Selain itu, RUU ini juga memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada psikolog klien dan masyarakat. “RUU ini menata dan memberikan kepastian proses serta tahapan penyelenggaraan pendidikan bagi para psikolog yang berpraktik memberikan layanan maupun psikolog sebagai ilmuwan. Hal ini diharapkan akan berdampak secara langsung terhadap pelayanan psikologi yang optimal,” ungkap Hetifah							
 
            