Soal Korupsi Minyak Mentah, Firnando Pertanyakan Peran Pertamina Sebagai Induk Perusahaan
Jakarta - Komisi VI DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat dengan Direktur Utama PT. Pertamina (Persero) beserta Sub holding, diantaranya PT. pertamina Internasional Shipping, PT. Pertamina Patra Niaga, dan PT. Kilang Pertamina Internasional yang dilaksakan di Ruang Rapat Komisi VI, Komplek Parlemen, Senaya, selasa (11/3/25).
Adapun agenda pembahasan RDP tersebut diantaranya terkait Evaluasi kinerja korporasi 2024, Rencana kerja dan roadmap korporasi 2025, kesiapan dukungan BBM terhadap arus mudi dan arus balik lebaran Idul Fitri 2025, serta pembahasan lainnya terhadap isu dan persoalan Pertamina yang saat ini terjadi.
Dapal RDP tersebut, Anggota Komisi VI DPR RI Firnando H Ganinduto mempertanyakan peran PT Pertamina sebagai induk perusahaan atas dugaan korupsi tata kelola minyak mentah yang melibatkan anak perusahaan atau sub holdingnya. Praktik korupsi dinilainya karena ada mismanajemen perusahaan pelat merah tersebut.
"Perannya holding ke mana saja, Ini tidak diawasi atau bagaimana. Ini perlu perhatian khusus," kata Firnando saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Pertamina dan Sub-holding.
Firnando meminta pimpinan induk Pertamina menelusuri apakah ada keterlibatan petinggi lainnya pada jabatan periode sebelumnya. Sebab, pengecekan yang baik seharusnya dapat mencegah praktik korupsi itu.
"Itu harus terdeteksi dari direksi-direksi yang kemarin, sebelum pak Simon. Perlu ditanya, apalagi komisaris-komisaris yang gajinya miliaran (rupiah)," ucap Firnando.
Jika nanti pimpinan sub-holding Pertamina yang baru telah ditetapkan melalui rapat umum pemegang saham (RUPS) atau penunjukan pelaksana tugas (Plt), maka harus bekerja dengan baik.
"Jadi, para Plt ini. Para direksi yang digantikan oleh Plt, pastikan mereka bisa bekerja baik dan berani melakukan satu hal. Karena the show must go on ,tidak bisa setop di sini," tegas Firnando
Selain itu, Firnando juga menyoroti dampak praktik korupsi tata kelola minyak mentah, selain menurunkan kepercayaan masyarakat, melainkan membuat perbankan enggan bekerja sama dengan perusahaan pelat merah itu.
"Dampaknya luar biasa Pertamina ini, selain distrust. Ada beberapa bank sudah tidak percaya dengan Pertamina atau meng-hold kerja sama dengan Pertamina," kritiknya.
Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebut kerugian keuangan negara dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah PT Pertamina tahun 2018-2023 sekitar Rp 193,7 triliun. Total ada sembilan tersangka kasus korupsi tersebut.
"Jangan sampai ini terulang kembali. Terus menerus terjadi, triliunan (rupiah) dikorupsi, negara kita bisa hancur. Mohon perhatiannya," pungkasnya.