kabargolkar.com, SURABAYA - Ketua DPD Golkar Jawa Timur M. Sarmuji menyayangkan pernyataan dari salah seorang dai yang mengatakan bahwa wayang bersifat haram dalam salah satu forum dakwahnya beberapa waktu lalu.
Sarmuji menyebut, pernyataan itu akan menyinggung masyarakat Indonesia yang selama ini menjadikan wayang sebagai bagian kehidupan.
"Wayang sudah lekat dengan budaya masyarakat Jawa. Seni wayang adalah kreasi budaya dengan paket lengkap; ada seni musik, pahat, tari (gerak), gambar, lighting dan lain-lain," ujar Sarmuji, Rabu (16/02/2022).
Anggota DPR RI yang juga penggemar wayang tersebut menilai, wayang tidak hanya tontonan yang digelar pada momen-momen tertentu. Wayang adalah sarana edukasi, tuntunan untuk masyarakat luas dari anak-anak hingga dewasa.
"Wayang sudah menjadi sarana edukasi bahkan dakwah sejak lama. Di dalam tontonan wayang sering disertakan tuntunan tentang pelajaran hidup baik filosofi hidup, strategi politik bahkan dimensi spiritual," katanya.
Selain itu, pertunjukan wayang kulit sendiri telah diakui oleh UNESCO sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity atau karya kebudayaan yang mengagumkan di bidang cerita narasi dan warisan budaya yang indah dan berharga pada 7 November 2003. Pada tanggal yang sama, Presiden Jokowi menetapkan Hari Wayang.
"Wayang sudah mendapatkan pengakuan dari dunia internasional sebagai karya kebudayaan yang mengagumkan dan indah serta sudah menjadi salah satu identitas bangsa Indonesia. Wayang bukan hanya harus dipertahankan tetapi harus dikembangkan untuk memperkuat karakter kita sebagai bangsa," ujar Sarmuji.
Untuk itu, kata Sarmuji, tradisi yang sudah baik ini selayaknya tidak dihadapkan dengan agama, wayang sudah identik dengan Wali Songo, khususnya Sunan Kalijaga, dalam menyebarkan agama Islam yang humanis dan sesuai konteks lokalitasnya.
"Sebenarnya jangan menghadapkan tradisi yang sudah baik ini dengan agama, toh wayang sudah identik dengan Sunan Kalijaga, salah satu dari sembian wali penyebar agama Islam di Jawa, menjadi sarana dakwah yang humanis, sesuai konteks lokalitas, serta bisa diterima masyarakat banyak dari duri dulu hingga kini," ungkap Sarmuji.