kabargolkar.com - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengajak para tokoh agama
untuk mentransformasikan nilai-nilai keagamaan dalam kerangka membangun semangat kebersamaan di tengah suhu politik yang menghangat jelang pemilu. Hal ini karena isu agama memiliki sensitivitas tinggi dan tidak boleh disalahgunakan sebagai pragmatisme politik.
Bamsoet memaparkan Indonesia merupakan salah satu negara demokrasi terbesar di dunia, jumlah penduduk yang mempunyai hak pilih pada Pemilu 2024 mencapai 204,8 juta jiwa. Kurang lebih setara dengan 74 persen dari total populasi Indonesia.
Dari jumlah tersebut, sekitar 115,6 juta jiwa, atau lebih dari 56 persen di antaranya adalah generasi milenial dan generasi Z yang bisa jadi belum memiliki kedewasaan yang memadai dalam menyikapi isu-isu politik yang provokatif dan dibalut dengan isu-isu agama.
"Karenanya para pemuka agama diharapkan dapat memanfaatkan setiap momentum acara keagamaan sebagai sarana untuk menebar pesan-pesan perdamaian, menggugah semangat persaudaraan dan persatuan. Serta mewakafkan dirinya sebagai fasilitator untuk menyebarluaskan nilai-nilai kebajikan, demi terwujudnya harmoni dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara," ujar Bamsoet dalam keterangannya, Rabu (18/10/2023).
Hal ini disampaikan dalam Sosialisasi Empat Pilar MPR RI dengan Komisi Kerukunan Antar Umat Beragama Majelis Ulama Indonesia (MUI), di Jakarta, hari ini.
Bamsoet melanjutkan mewujudkan kehidupan yang damai adalah pesan universal yang dimuliakan dan dijunjung tinggi oleh setiap agama. Kedamaian adalah keniscayaan bagi setiap umat untuk dapat hidup berdampingan.
Ia juga menuturkan Tuhan menjadikan umat manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku untuk saling mengenal satu sama lain. Karena itu, kedamaian adalah 'titik temu' bagi beragam perbedaan, sebab dunia ini begitu kaya akan keberagaman yang tidak mungkin dipaksakan untuk diseragamkan.
Bamsoet juga menilai kedamaian bukanlah sesuatu yang given. Kedamaian dan kerukunan harus dihadirkan sebagai komitmen kolektif dan diwujudkan dalam langkah implementatif.
Ia menuturkan dalam konsepsi ini, penting untuk diingat bahwa martabat kemanusiaan akan tercermin dari cara menghormati orang lain, dan seberapa kuat komitmen dalam menjunjung tinggi nilai-nilai persahabatan dan persaudaraan antar sesama manusia.
"Terlebih bagi bangsa Indonesia yang merupakan bangsa majemuk sejak kelahirannya. Dimana penduduknya menganut 6 agama berbeda yang diakui oleh negara, serta puluhan aliran kepercayaan. Dengan kemajemukan tersebut, moderasi dalam kehidupan beragama menjadi faktor kunci bagi terwujudnya harmoni dan kerukunan umat beragama," jelas Bamsoet.
Bamsoet menerangkan kerukunan umat beragama yang menjadi landasan terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa, bukanlah sesuatu yang bersifat statis, tetapi berkembang secara dinamis. Hal ini dapat dirujuk pada indeks kerukunan umat beragama di Indonesia yang mengalami pasang dan surut.
Ia juga mengungkapkan pada tahun 2019 indeks tersebut naik menjadi 73,8, kemudian tahun 2020 turun menjadi 67,46 dan tahun 2021 naik kembali menjadi 72,39.
Dinamika ini mengisyaratkan pesan penting, bahwa moderasi agama menjadi penting untuk selalu dikedepankan. Moderasi dalam kehidupan beragama tidak dimaknai untuk mengabaikan ajaran nilai-nilai agama, karena sesungguhnya nilai-nilai agama akan selalu melekat dan mewarnai kehidupan keseharian yang mengajarkan untuk menjaga hubungan silaturahmi yang harmonis dan menjunjung tinggi martabat kemanusiaan