Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menawarkan sejumlah
proyek energi di hadapan perwakilan pemerintah hingga pengusaha China.
Hal ini dilakukan Bahlil saat membuka ajang The 7th Indonesia China Energy Forum (ICEF) di Kuta Selatan, Bali, Selasa (03/09/2024).
Pada kesempatan ini, Bahlil juga menyatakan komitmen Indonesia untuk menjaga stabilitas investasi China di Tanah Air bisa agar tetap berjalan baik.
"Saya tawarkan kepada teman-teman investor Tiongkok beberapa potensi yang dapat kita kembangkan bersama. Di sinilah pertemuan untuk menemukan formulasi yang tepat dalam rangka pengembangan bisnis bersama," kata Bahlil saat membuka acara tersebut di Kuta Selatan, Bali, Selasa (03/09/2024).
Bahlil menyebut, sektor energi memiliki peran vital dalam mendorong peningkatan perekonomian dan kemajuan teknologi antarkedua pihak.
"Kami berkomitmen memajukan tujuan bersama yang mencakup pengembangan energi berkelanjutan, inovasi teknologi, dan pertumbuhan ekonomi," ucapnya.
Bahlil menyinggung transisi energi sebagai terobosan utama dalam mewujudkan komitmen global guna mencapai dekarbonisasi. Indonesia bahkan menunjukkan sikap serius atas upaya tersebut kepada Pemerintah China.
"Kami telah mengembangkan Peta Jalan Emisi Nol Bersih atau Net Zero Emission (NZE) yang komprehensif di sektor energi," ungkapnya.
Terkait hal tersebut, Pemerintah Indonesia menawarkan peluang kolaborasi kepada China. Tawaran ini atas dasar besarnya potensi sumber daya Energi Baru dan Terbarukan (EBT) yang dimiliki oleh Indonesia, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Kayan (13.000 MW) dan Mamberamo, Papua (24.000 MW).
"Ini sebuah potensi yang kita tawarkan ke Tiongkok untuk bisa berkolaborasi bersama. Ini tidak mungkin kita lakukan sendiri," jelas Bahlil.
Aspek lain yang menjadi fokus pemerintah di masa mendatang adalah keberadaan hilirisasi yang berorientasi energi hijau dan industri hijau.
"Kunci dari implementasi kebijakan ini adalah keberadaan listrik," tambah Bahlil.
Untuk itu, berdasarkan peta jalan transisi energi, pemerintah Indonesia menerapkan strategi menuju karbon netral dari sisi suplai, seperti fokus pada pembangkit listrik tenaga surya, hidro, panas bumi, dan hidrogen. Di samping itu, langkah lain yang diambil adalah penghentian pembangkit listrik batubara secara bertahap, dan penggunaan teknologi rendah emisi, yaitu teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (Carbon Capture & Storage/ CCS) atau Carbon Capture, Utilization & Storage (CCUS).
Sementara dari sisi permintaan, antara lain pemanfaatan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai, pemanfaatan biofuel, dan penerapan manajemen energi.
Bagi Indonesia, lanjutnya, kemampuan mencapai Net Zero Emissions (NZE) pada 2060 harus tetap mempertimbangkan konteks dan kondisi nasional di masing-masing negara. Misalnya, Indonesia masih mengoptimalkan pengembangan energi fosil selaras dengan kemajuan masif pembangunan infrastruktur energi bersih.
"Kita sedang mengkaji, memperhitungkan, dan mengkalkulasi tentang kebutuhan (energi) dalam negeri dengan geopolitik ekonominya," ungkap Bahlil.
Ia meyakini, kerja sama dan program yang telah dihasilkan di bawah kerangka bilateral Indonesia - Tiongkok terus menunjukkan progres yang signifikan.
"Tidak perlu ada keraguan dalam kebersamaan (kerja sama) ini. Saya yakin yang pertama dalam investasi adalah nyaman. Dan Indonesia menawarkan rasa kenyamanan itu," tegas Bahlil.
Ke depan, kemitraan yang tengah dijalin di sektor energi harus saling menguntungkan kedua belah pihak