[caption id="attachment_29772" align="aligncenter" width="700"]
Ilustrasi KPK (net)[/caption]
kabargolkar.com, JAKARTA - Revisi UU KPK sudah diketok dan akan berlaku setelah 30 hari disahkan. Artinya, hasil revisi UU KPK itu akan berlaku pada 16 Oktober mendatang.
Namun, sejumlah pihak masih ‘ngotot’ agar Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu KPK. “Semua pihak diminta memahami proses bernegara sesuai konstitusi,” kata politikus Partai Golkar, Firman Soebagyo yang ikut membahas revisi UU KPK tersebut, Minggu (13/10).
Firman menegaskan, tidak benar tindakan pihak tertentu yang mendesak presiden mengeluarkan Perppu KPK. “Bernegara itu kan punya aturan. Aturannya adalah aturan hukum, itu lah bentuk kehadiran negara mengatur segala sesuatu yang terkait dengan masalah tata kelola pemerintahan dan negara. Itu fungsinya DPR. Nah, kalau semua konstitusinya dipenuhi, rakyat tidak bisa menggunakan pola penekanan di luar sistem,” ujarnya.
Silakan Gugat
“Karena kalau itu dituruti maka ini akan menjadi parlemen jalanan. Oleh karena itu koridor konstitusional itu adalah menggugat di Mahkamah Konstitusi,” imbuh Firman.
Menurutnya, penekanan yang dilakukan sejumlah elemen masyarakat kepada presiden agar mengeluarkan Perppu itu tidak dibenarkan dalam konstitusi. Sebab, revisi UU KPK itu bagian dari proses bernegara yang diatur dalam UU.
“Kalau semuanya kemudian diobrak-abrik dengan cara tekanan-tekanan, demo-demo begini, ya tentunya tidak tepat. Ini akan merusak sistem demokrasi kita,” jelas mantan anggota Badan Legislasi DPR itu.
Pada kesempatan itu, Firman juga menjelaskan fungsi terkait penyadapan yang diatur dalam UU KPK baru harus izin dari Dewan Pengawas. Hal itu agar fungsi penyadapan KPK tidak dijadikan alat politik. (
republika)