"Demokrasi di era modern, bukan lagi berbentuk nasionalisme kebangsaan tapi ia
berbentuk nasionalisme lokal."
Kata kata itu tertulis dlm buku Mega Trend 2000 karya Jhon Naisbith dan Patricia Aburdene, yg dirilis tahun 1990-an..Ketika melihat fenomena Bahlil Lahadalia, menteri ESDM sekaligus ketua partai Golkar "di bombardir" oleh publik dgn buruknya, saya teringat dgn ungkapan nasionalisme lokal yg di ulas oleh buku klasik di atas..
Di dlm nilai nilai demokrasi yg mengglobal, rupanya ada satu gejala yg bernama nasionalisme lokal menebal dlm setiap individu.. Nilai2 itu bisa ditemukan dari kesamaan selera dan rindu akan kesamaan primordial. Sebagai org timur dan di proses dalam dinamika organisasi PB HMI (Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam) seperti Bahlil, saya merasa "marah" ketika ada tokoh timur di deskreditkan di negara ini..
Yg terakhir gelar doktor UI Bahlil di umumkan dicabut..Sang menteri diminta utk memperbaiki disertasinya karena dinilai cacat oleh guru besar UI .Dgn pongahnya UI menyebut proses akademik doktor yg ditempuh Bahlil penuh manipulasi..Pernyataan guru besar UI ini, sgt tdk logis, politis dan tendensius serta bagian dari hegemoni yg buruk .
*Guru Besar UI Bukan Malaikat*
Pengumuman Guru besar UI melalui sidang yg memvonis Bahlil, dgn mencabut gelar doktor yg diperolehnya jelas2 sgt buruk dan politis .Dilakukan saat puasa itu sgt tdk bermoral..Bahlil adalah putra asal Fak fak yg kental akan keislaman berbasis lokal, seharusnya sdg bersiap2 utk menjalankan ibadah dgn sakral, mendadak dikejutkan dgn berita buruk dari almamater yg merecoki gelar doktor yg ia peroleh .
Selain itu, guru besar bukanlah manusia suci se level Tuhan..mereka tak lebih dari sekumpulan manusia profan yg diberi otoritas sosiologis utk menggunakan simbol2 guru besar yg menempel dalam diri mereka utk membangun rule yg bersifat antisipatif, bukan memvonis . Mengumumkan mencopot gelar doktor Bahlil sama dgn tindakan memvonis yg tdk terpuji..
Dlm kronologis Bahlil mengambil program doktor di UI, Bahlil tdk ujug2 masuk UI dgn menggunakan privilige power jabatannya. Menyadari hilirisasi sbg kebijakan baru dan butuh kajian ilmiah, Bahlil melakukan kerja2 dialogis dgn seorang guru penguji UI yg kebetulan bekerja di kementerian yg ia pimpin..Dialog itu bukan sekedar obrolan biasa melainkan ilmiah dan intelektual .
Sbg menteri investasi dan (pernah jadi aktifis kere), dialog itu menyentuh 2 hal; Bahlil ingin memastikan kebijakan hilirisasi dpt memberi manfaat kepada pribumi pemilik lahan di daerah, dan kedua pemerintah punya blue print yg presisi dlm mengkonsolidir kebijakan hilirisasi yg kuat dan pro rakyat.
Dengan dialog dan visi akademik yg beyond, Bahlil pun memutuskan utk studi di UI sembari menjadi menteri investasi yg visioner..Dgn gagasan itu, Bahlil pun tancap gas menyelesaikan studinya dgn waktu yg cepat tapi tetap dgn kualitas yg tdk kaleng2.