Kabargolkar.com - Pembahasan Rancangan Undang-undang Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP) oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) serta DPR memasuki masa persidangan ketiga. Namun, ada dua isu yang masih menjadi perdebatan yakni komisi independen dan segregasi data.
Anggota Komisi I DPR dari fraksi Golkar Christina Aryanni menyampaikan, Kominfo ingin kewenangan atas komisi pelindungan data independen di bawah kementerian. Ini merujuk pada peraturan di beberapa negara.
Sedangkan DPR ingin komisi tersebut bersifat independen. “Pemerintah kan salah satu pemroses data pribadi. Maka, sulit jika itu (komisi independen) dilakukan juga oleh pemerintah,” ujar dia dalam Katadata Forum Virtual Series ‘Identifikasi Kebutuhan Implementasi UU PDP’, Selasa (16/3/2021).
Isu kedua yang masih menjadi perbedatan yakni segregasi data. Christina bercerita bahwa perusahaan teknologi saat ini menerapkan personalisasi pada platform, sehingga produk atau iklan yang tampil disesuaikan dengan minat konsumen.
Data yang dipersonalisasi tersebut bisa dijual oleh perusahaan. Oleh karena itu, menurutnya hal ini perlu diatur.
“Kedua isu itu, saya kira bisa menjadi deadlock jika tidak ada titik temu,” ujar Christina.
Ia pun menyampaikan enam temuan dari hasil pembahasan RUU PDP selama ini. Pertama, pengelolaan data pribadi dianggap sebagai milik dan kewenangan institusi, sehingga memungkinkan adanya pemanfaatan lanjutan ke pihak ketiga.
Kedua, badan yang memproses data pribadi belum memiliki aturan teknis terkait keamanan.
“Perusahaan nanti perlu menunjuk pejabat atas petugas yang melaksanakan fungsi ini,” ujar dia.
Ketiga, kewenangan memproses data tidak dilekatkan dengan mekanisme perlindungan. Keempat, diperlukan aturan turunan berupa peraturan pemerintah (PP) agar dapat berlaku lintas kementerian dan lembaga (K/L).
Kelima, minimnya kesadaran masyarakat terkait hak pelindungan data pribadi. Terakhir, belum ada kesatuan pemahaman oleh pengendali dan pemroses data atas tanggung jawab melindungi data. [Katadata]