Kabargolkar.com - Kabayan merupakan sosok imajinatif dari budaya Sunda. Cerita dongeng mengenai
Kabayan dengan polahnya yang lucu dan polos, dituturkan melalui lisan secara turun temurun sejak abad ke-19 di kalangan masyarakat Sunda.
Dalam budaya modern, Kabayan populer dalam drama komedi yang diperankan oleh aktor Didi Petet. Ternyata karakter Kabayan juga ada dalam dunia nyata masa kini. Sosoknya ditemukan oleh lesgislator Partai Golkar, Dedi Mulyadi.
Adalah sosok Kusnadi yang akrab disapa Mang Engkus, penjual coet asal Babakan Ciparay Bandung, mirip sekali dengan legenda si Kabayan yang mencerminkan karakter orang sunda yang polos.
Melansir Youtube Kang Dedi Mulyadi Channel, perjumpaan Kang Dedi dan Mang Engkus berawal pada malam tahun baru kemarin. Saat itu Mang Engkus sedang mangkal menjajakan coetnya di Purwakarta. Kang Dedi yang kebetulan lewat menghampirinya.
Kang Dedi menemukan penggiling Mang Engkus palsu dan tidak terbuat dari batu, Kang Dedi membelah penggilingnya.
Mang Engkus dengan polosnya percaya begitu saja dan ketakutan saat Kang Dedi mengaku sebagai jeger atau preman setempat yang bernama Haji Udin. Mang Engkus bahkan rela coetnya tidak dibayar asalkan bisa selamat.
Endingnya sangat mengharukan. Kang Dedi justru memberikan segepok uang ke Mang Engkus. Mang Engkus yang asalnya ketakutan jadi menagis bahagia dengan memeluk Kang Dedi.
Perjumpaan Kang Dedi dan Mang Engkus terus berlanjut. Kang Dedi datang berkunjung ke rumah Mang Engkus di Babakan Ciparay Bandung. Mang Engkus cerita banyak hal.
Rumah yang ditempatinya merupakan milik orangtua. Mang Engkus bersama Nyai istrinya dan tiga anak sebelumnya mengontrak, namun terusir karena biaya kontrakan Rp500 ribu per bulan tidak terbayar.
Usaha dagang sosis bakar bangkrut terimbas pandemi, menyisakan utang yang merajalela ke bank emok. Mang Engkus mengibaratkan utang-utangnya sebagai bisul yang tidak kunjung bucat alias pecah.
"Mau jadi bucat, kalah banyak merajalela (mau bucat malah merajalela)," kata Mang Engkus.
Sejak utang tidak kunjung bucat, Mang Engkus tidak bisa hidup tenang. Apalagi bila datang penagih utang saat tidak ada uang untuk bayar. Mang Engkus akhirnya mau keliling jualan coet sebab pikiran sudah ‘malang kabut’ tidak ada usaha lain yang bisa dikerjakan.
Mendengar istilah bucat dan malang kabut, Kang Dedi ngakak sebab dikatakan Mang Engkus dengan polosnya.
Utang Bank Emok betul-betul menyiksa Mang Engkus lahir batin. Sebab kepikiran utang terus, barangnya Mang Engkus sampai tujuh bulan tidak bisa bangun.
Kata Mang Engkus, sekalinya bangun tidak mampu tahan lama, hanya beberapa anclom (celup) saja saat berhubungan dengan Nyai istrinya.
"Kalau bangun paling lambat (kalau bangun paling lambat)," kata Mang Engkus yang membuat Kang Dedi tertawa.
Kang Dedi kemudian membantu Mang Engkus melunasi semua utang ke Bank Emok, sehingga Mang Engkus sudah tidak malang kabut lagi karena utangnya sudah bucat semua.
"Merdeka sekarang, tidak disayangkan lagi, semuanya sudah berakhir. Panjang umur Pak Dedi,” kata Mang Engkus, senang.
"Kalau bangun paling lambat (kalau bangun paling lambat)," kata Mang Engkus yang membuat Kang Dedi tertawa