Kabargolkar.com - Fenomena sepinya pembeli di pasar konvensional saat ini yang dirasakan oleh para pedagang akibat munculnya social commerce, yang dimana media sosial seperti TikTok menyediakan layanan e-commerce sehingga memungkinkan penggunanya untuk melakukan transaksi jual-beli melalui platform tersebut.
Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Partai Golkar, Nurul Arifin menyatakan bahwa pada dasarnya, Indonesia terbuka dengan pelaksanaan e-commerce di dunia digital. E-commerce merupakan perwujudan dari digitalisasi ekonomi Indonesia, di mana itu menjadi salah satu program pembangunan utama pemerintahan Presiden Joko Widodo.
''Meski begitu, memang yang nampak saat ini adalah pasar-pasar konvensional menjadi sepi karena memang kemudahan yang ditawarkan oleh e-commerce. Dari sisi penjual, tentu dengan adanya e-commerce membuat beban biaya mereka seperti biaya sewa tempat menjadi sangat minim. Begitu pula dari sisi pembeli, di mana konsumen bisa dengan mudah memilih produk dan jasa melalui telepon genggam, ujar Nurul Arifin dalam keterangan persnya, Kamis (21/9/23).
Nurul Arifin juga menyebutkan bahwa fenomena ini terjadi hampir di seluruh wilayah, terutama kota besar. Pasar konvensional, seperti Pasar Tanah Abang di Jakarta ataupun Pasar Andir di Bandung merasakan dampak dari digitalisasi ekonomi.
“Sekarang ini perlu kita lakukan sosialisasi kepada masyarakat luas agar mereka bisa turut beradaptasi dengan perkembangan teknologi ini. Jangan sampai digitalisasi ekonomi hanya dirasakan oleh para perusahaan besar saja. Namun, kita harus memiliki pola pikir bahwa seluruh lapisan masyarakat, termasuk kelompok pra-sejahtera pun dapat juga memanfaatkan perubahan pola konsumsi yang terjadi ini. Digitalisasi ekonomi membuat sekat dan beban untuk membuka usaha atau berdagang menjadi sangat rendah,” kata Nurul.
“Sehingga harapannya, Indonesia ke depan dapat menjadi raksasa dalam perekonomian digital sesuai dengan cita-cita Presiden Joko Widodo dan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto,” jelasnya.
Nurul Arifin menyampaikan bahwa di sisi lain, kita mau juga para penyedia layanan e-commerce untuk mengikuti peraturan yang berlaku di Indonesia. Sesuai dengan regulasi yang akan dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan bahwa izin antara platform sosial media dengan platform e-commerce itu berbeda. Meskipun transaksi ekonomi digital itu trans-border atau bisa melintasi antar negara, kami menekankan agar seluruh platform tetap mengikuti seluruh aturan dan regulasi yang berada di wilayah hukum Indonesia.
Pasal 40 ayat (2) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) menyebutkan bahwa Pemerintah wajib melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan akibat penyalahgunaan Transaksi Elektronik. Aturan pada UU ITE pula yang menjadi salah satu dasar hukum pembentukan Peraturan Menteri Perdagangan No. 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. “Permendag 50/2020 ini yang Pemerintah akan revisi untuk mempertegas posisi platform sosial media dan platform e-commerce agar tidak merugikan produsen lokal,” jelas Nurul Arifin.