Kabar NasionalKabar DaerahKabar ParlemenKabar Karya KekaryaanKabar Sayap GolkarKagol TVKabar PilkadaOpiniKabar KaderKabar KabarKabar KabinetKabar UKMKabar DPPPojok Kagol Kabar Photo
KABAR KADER
Share :
Dorong Sidang MPR, Nurdin Halid: MK Langgar Kewenangan, MPR Harus Jadi Wasit & Pemilu Harus Kembali Ke UUD 1945
  Adi   04 Juli 2025
Nurdin Halid | wakil Ketua Komisi VI DPR Ri

KabarGolkar - Anggota DPR RI Nurdin Halid mengkritik keras keputusan Mahkamah
Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang melampaui kewenangannya soal pemisahan Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal. Politisi Partai Golkar itu pun mendorong Sidang MPR untuk mengamandemen UUD 1945, termasuk untuk mempertegas batasan kewenangan lembaga-lembaga tinggi negara.

Menurut Wakil Ketua Komisi VI DPR itu, lembaga yudikatif MK sebagai penegak undang-undang sudah masuk pada ranah legislatif sebagai pembuat undang-undang dengan merumuskan pengaturan yang sangat teknis tentang pemilu.

“MK sudah terlampau jauh memasuki ranah pembentuk undang-undang sehingga sejumlah putusan MK menjadi polemik konstitusional. MK memasuki ranah yang bukan menjadi kewenangan MK. Dalam UUD 1945, kewenangan MK ialah menguji undang-undang terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan hasil pemilihan umum,” ujar Nurdin Halid dalam keterangan tertulis, Jumat (4/7/2025).

Menurut Nurdin, putusan MK soal pelaksanaan pemilu DPRD jelas bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 22 E ayat 1 juncto ayat 2 yang mengatakan bahwa pemilu dilaksanakan lima tahun sekali dan pada ayat 2 dikatakan bahwa termasuk yang dipilih dalam lima tahun sekali anggota DPRD.

“Keputusan MK ini tidak hanya cacat secara konstitusional tetapi menimbulkan ketidakpastian terhadap demokrasi, sistem tata negara, perencanaan pembangunan, sistem pemerintahan daerah, tata kelola pemilu, keuangan negara serta membingungkan publik dan masyarakat,” jelas Nurdin.

Kalau kita telaah lebih jauh, kata Nurdin, MK mengubah konstruksi UUD 1945 dengan mengabaikan substansi dan filosofi Pasal 18 UUD 1945 yang menegaskan Gubernur, Bupati dan Walikota dipilih secara demokratis serta pasal 22E UUD 1945 yang menyebutkan pemilu memilih anggota DPR, DPD, DPRD Daerah, Presiden dan Wakil Presiden.

Artinya, putusan MK dengan menjadikan rezim pilkada menjadi rezim pemilu berkonsekuensi memperluas kewenangannya untuk menyelesaikan sengketa pilkada, padahal kewenangan tersebut hanya bersumber dari UU bukan dari UUD 1945 sebagaimana pasal 24C.

“Keputusan ini jelas membuat kegaduhan konstitusional yang pelik. Implikasi lain dari keputusan ini secara konstitusional juga sangat kompleks. Penyelerasan terhadap UU Pemda terkait Pasal 39 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih untuk masa jabatan 5 tahun terhitung sejak pelantikan. Belum lagi pengaturan tentang masa kekosongan DPRD di daerah,” tuturnya.

Nurdin menambahkan, sangat menghargai kewenangan dan sifat putusan MK yang final and binding, sehingga harus dihormati dan dilaksanakan bersama. Tetapi, kewenangan MK hanya menguji UU dan bisa membatalkan sebuah UU jika dinilai bertentangan dengan Konstitusi. MK tidak punya kewenangan merumuskan koreksi atas pasal UU yang dibatalkan. Tugas merumuskan koreksi atas pasal yang dibatalkan oleh MK harus dikembalikan ke DPR sebagai pembuat undang-undang. Jika ada yang kembali menggugat UU perbaikan, mereka bisa ajukan lagi ke MK.

Kabar Golkar adalah media resmi Internal Partai Golkar. kami memberikan layanan media online, media monitoring dan kampanye digital politik untuk Partai Golkar dan seluruh kadernya.
About Us - Advertise - Policy - Pedoman Media Cyber - Contact Us - Kabar dari Kader
©2023 Kabar Golkar. All Rights Reserved.