kabargolkar.com, JAKARTA - Anggota Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily mengkritisi sejumlah masalah yang terjadi selama penyaluran bantuan sosial semasa pandemi covid-19. Terutama dalam hal kebijakan, data, hingga teknis penyaluran.
Pertama terkait data. Menurut Ace, data yang digunakan pemerintah pusat dan daerah terkait penerima terkesan tumpang tindih. Data yang ada belum mengalami pemutakhiran sehingga masih menggunakan data lama.
Pemda beralasan minimnya biaya untuk pemutakhiran. Bahkan warga yang sudah meninggal pun masih terdata sebagai penerima bantuan.
"Akibatnya banyak warga yang semestinya dapat malah tidak, dan sebaliknya. Kepala desa sering jadi korban 'amukan' masyarakat," kata politisi Partai Golkar tersebut kepada wartawan saat kunjungan kerja ke Kabupaten Bandung, kemarin (30/6/2020).
Meski demikian, Ace tidak dapat menyalahkan pemerintah sepenuhnya karena semua sudah terkoordinasi dengan baik. Bahkan dirinya sudah menggelar beberapa kali rapat dengan Mensos, Menag, Menteri Desa, dan kementerian terkait lainnya memastikan bantuan tepat sasaran.
"Namun di lapangan memang banyak masalah yang ditemukan," kata Ace.
Persoalan kedua, lanjut Hasan, yakni terkait jumlah besaran yang berbeda-beda. Warga yang terdata menerima bantuan dari pemerintah pusat mendapatkan Rp 600 ribu, sementara dari pemerintah daerah hanya Rp 200-400 ribu.
Persoalan besaran ini yang paling banyak dikeluhkan.
"Apalagi masih banyak juga yang tidak mendapatkan bantuan, mereka pasti cemburu," katanya.
Sedangkan Bupati Kabupaten Bandung, Dadang Naser menyatakan, bantuan sosial untuk warga yang terdampak Corona sesuai dengan tema kunjungan Komisi VIII DPR, sudah menyampaikan amanah bantuan dari pemerintah pusat, Pemprov Jabar maupun bantuan dari APBD Kabupaten Bandung.
"Persoalannya pada data yang kerap bermasalah sehingga kami mengolah data langsung dari RT dan RW."
"Alhamdulillah karena data ini diperbarui hingga tidak bermasalah sehingga Kabupaten Bandung menjadi percontohan," katanya. [pikiranrakyat]