KabarGolkar.com- Komisi I DPR mendorong pembentukan divisi III TNI, baik Angkatan Darat, Luat maupun Udara. Hal itu sebagai pengembangan dan moderniasi organisasi TNI. Hal itu disampaikan Ketua Komisi I DPR Meutya Viada Hafid dalam diskusi virtual (online) bertema “Strategi Dibalik Kebijakan Alokasi Anggaran Pertahanan” di Jakarta, Selasa (7/7/2020).
Selain Meutya, tampil pula sebagai pembicara mantan Sekjen Kementerian Pertahanan (Kemhan) Laksamana Madya TNI Agus Setiadji, mantan Kasal Laksamana Prasetio dan Staf Khusus Menhan Bidang Komunikasi Publik dan Hubungan Antarlembaga Kemhan Dahnil Anzar Simanjuntak.
Meutya menjelaskan Komisi I mendukung pembentukan Divisi III Kostrad TNI AD, Komando Armada III (Koarmada III) TNI AL, Koopsau III TNI AU dan pasukan Marinir III. Divisi Infanteri 3/Kostrad TNI AD berkedudukan di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
Kemudian Koarmada III TNI AL berkedudukan di Kabupaten Sorong, Papua Barat dan Koopsau III TNI AU berkedudukan di Kabupaten Biak, Numfor, Papua. Adapun Pasukan Marinir 3 berkedudukan di Kabupaten Sorong, Papua Barat.
Komisi I DPR juga mendukung pelibatan TNI dalam mengatasi aksi terorisme yang dilakukan melalui pembentukan Komando Operasi Khusus (Koopsus) TNI. Koopsus dibentuk dalam rangka stand by force penanggulangan terorisme dan telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2019 tentang Susunan Organisasi TNI.
“Kami dari Komisi I akan mengakselerasi pembentukan Komando Operasi Khusus (Koopsus) TNI melalui dukungan anggaran untuk pemenuhan personil, termasuk Alustsista, peralatan, serta sarana dan prasana dari Koopsus,” tutur Meutya yang juga politisi Partai Golkar ini.
Dia juga menyebut Komisi I mendorong pemerintah untuk menaikkan beberapa komponen kesejahteraan TNI. Di antaranya, menaikan tunjangan lauk pauk (ULP) dari Rp 50.000 menjadi Rp 60.000 per hari. Kemudian mempercepat pembangunan fasilitas perumahan dinas dan asrama TNI. Dorongan lain adalah meningkatkan perhatian kepada para tenaga medis dan tenaga pendukung TNI lainnya yang bertugas di garda terdepan penanganan pandemik Covid-19.
“Selain kewajiban memberikan kesejahteraan dalam bentuk gaji dan tunjangan, Pemerintah juga wajib memberikan pelayanan kesehatan kepada prajurit. Kemudian memberikan pelayanan kesehatan pada Rumah Sakit (RS) TNI. Dalam praktiknya sangat merugikan TNI sebagai akibat sistem rujukan berjenjang BPJS yang berlaku dalam pelayanan tersebut. Sistem itu mengabaikan kekhususan TNI dalam organisasi dan tugasnya yang bersifat sistem komando dan sentralistik,” tutup Meutya.