Kabargolkar.com - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Christina Aryani menyampaikan agar kriteria perbuatan pelecehan seksual dalam Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) dipertegas, sekaligus agar tidak disalahpahami dan tidak disalahgunakan dalam penerapannya.
Anggota Komisi I DPR RI ini khawatir jika sikap memuji tanpa intensi pelecehan seksual bisa dilaporkan sebagai kasus pelecehan seksual akibat subjektivitas penafsiran.
“Jangan sampai di kemudian hari digunakan seolah-olah memuji orang yang sebenarnya tujuan bagus, namun disalahpahami sebagai perbuatan seksual. Ini akan sangat melelahkan jika memproses banyak laporan, yang mungkin dasarnya bukan perbuatan jahat,” tutur Christina dalam Rapat Panitia Kerja (Panja) Pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU TPKS di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Selasa (29/3/2022).
Sehingga, ia ingin segenap elemen pemerintah yang ikut dalam Gugus Tugas RUU TPKS menjelaskan penafsiran tindakan pelecehan seksual secara jelas. Dengan menegaskan narasi interpretasi perbuatan pelecehan seksual, ia berharap dalam penerapannya bisa tepat sasaran.
“Kita pastikan bahwa (tindakan perbuatan seksual) tersebut betul-betul tergolong dengan intensi perbuatan pelecehan seksual, dan bisa dibedakan dengan guyonan,” pungkas legislator Golkar asal Jakarta ini.