Kabargolkar.com - Dewan Pimpinan Nasional Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (Depinas SOKSI) menyatakan sikap mendukung disahkannya Undang-undang (UU) Cipta Kerja dengan beberapa catatan konstruktif.
SOKSI memberikan pandangan pasca disahkannya Undang-undang Cipta Kerja pada 6 Oktober 2020 yang lalu, yang mengakibatkan terjadi dinamika sosial di tengah masyarakat yang menghangat dengan adanya aksi-aksi unjuk rasa di sejumlah daerah di Indonesia untuk mendesak dicabutnya UU Cipta Kerja.
Menanggapi kondisi tersebut, Ketua Umum Depinas SOKSI Ahmadi Noor Supit menyatakan bahwa UU Cipta Kerja merupakan terobosan peraturan hukum dalam merespon permasalahan krisis ekonomi global sebelum terjadinya Pandemik Covid-19. Dan juga berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tidak mengalami kenaikan signifikan.
"Merupakan terobosan hukum formil dan materiil, upaya negara dalam merespon krisis perekonomian global yang sudah terjadi sebelum adanya pandemik Covid 19. Dimana pertumbuhan ekonomi semakin menurun tajam hingga minus ketika Covid 19 menjadi pandemic global," kata Noor Supit dalam keterangan resminya kepada wartawan di kawasan Permata Senayan, Jakarta, Sabtu (10/10/2020).
Ia mengatakan 11 cluster dalam UU Cipta Kerja sesungguhnya bukan hanya menyangkut persoalan ketenagakerjaan saja, seperti judul UU tersebut. Namun sesungguhnya merupakan satu kesatuan aturan dengan bidang lain dalam memutuskan sebuah kebijakan negara dalam satu UU yang mengatur tentang “Perekonomian Negara”.
"Seperti payung dalam menjalankan roda perekonomian Nasional. SOKSI menilai bahwa UU Omnibus Law ini yang pertama di bidang ekonomi. Oleh karena itu masih harus dilakukan juga dalam pembuatan UU di sektor yang lain seperti Omnibus law," ujar Noor Supit.
Oleh karena itu dalam pandangan kritis yang berhasil dihimpun oleh jajaran pengurus harian Depinas SOKSI, ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian seluruh lapisan masyarakat, tak terkecuali steak holder.
"Ketentuan Bab XIV Pasal 33 dan 34 UUD NRI (Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia) 1945, harus menjadi dasar pengaturan negara tentang perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial," ucap Anggota DPR RI Fraksi Partai Golkar (1992-2019).
Menurutnya, ketentuan TAP Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka demokrasi kkonomi yang masih dinyatakan berlaku berdasarkan TAP MPR Nomor 1/MPR/2003, harus menjadi pedoman dalam pelaksanaan UU Cipta Kerja setelah berlaku dan disahkan DPR RI bersama Pemerintah pusat.
"Ketentuan-ketentuan yang diatur dalam TAP No.XVI/MPR/1998 Yo TAP MPR No. 1/MPR/2003 memiliki kedudukan hukum yang lebih tinggi dari UU, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang perubahan atas UU No. 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan," tutur Noor Supit. [AKT]