Kabargolkar.com - Ketua Umum SOKSI, Ali Wongso Sinaga angkat suara perihal adanya
wacana penundaan Pemilu 2024. Menurut ia pemilu 2024 tidak perlu ditunda dengan tiga alasan.
Pertama, kata Ali Wongso, Konstitusi UUD 1945 mengatur Pemilu sekali 5 tahun, artinya mandat rakyat selaku pemegang kedaulatan negara kepada yang terpilih sebagai produk Pemilu 2019 termasuk Presiden, dibatasi 5 tahun hingga 2024.
"Karena itu, jika ada aspirasi dari rakyat untuk memperpanjang masa jabatan Presiden Jokowi agar lebih dari 5 tahun, maka harus ada mandat kembali dari dan oleh rakyat dimana untuk itu ruang dan mekanismenya sesuai Konstitusi dan hukum adalah melalui Pemilu berikutnya, yaitu tahun 2024 dan khusus untuk jabatan Presiden, harus sesuai pasal 7 UUD 1945 yang mengatur bahwa Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan," kata Ali Wongso kepada wartawan, Rabu (2/3/2022).
Kedua, kata ia, tidak ada alasan rasional seperti kondisi kedaruratan kehidupan masyarakat bangsa negara yang dapat menjadi dasar kuat untuk tidak mungkin menyelenggarakan Pemilu 2024 sehingga terpaksa menundanya dan praktis harus memperpanjang masa jabatan Presiden serta seluruh pejabat produk Pemilu 2019 meskipun hal itu diluar aturan konstitusi demi menyelamatkan eksistensi dan kelangsungan kehidupan bangsa negara.
Selain itu, SOKSI menilai kepemimpinan nasional Presiden Jokowi selama ini faktanya telah sukses membawa kemajuan bangsa negara termasuk berhasil menghadapi pandemi global covid-19 yang juga melanda Indonesia sejak 2020 lalu dengan segala dampaknya sehingga kehidupan masyarakat bangsa negara fakta kondisinya sangat jauh dari kategori kondisi kedaruratan untuk menunda Pemilu 2024.
Ketiga, lanjutnya, SOKSI mencatat bahwa sejak Desember 2019 menjelang Munas Partai Golkar 2019, sangat jelas dan tegas pernyataan Presiden Jokowi tentang sikapnya dan komitmennya pada konstitusi serta "menolak Presiden 3 Periode" yang diusulkan oleh pihak tertentu.
Ketum SOKSI, ormas pendiri Golkar itu menambahkan, didalam sistem demokrasi memang seluruh aspirasi rakyat adalah bebas menurut kepentingannya, yang harus didengar dan dihargai tetapi penyalurannya mesti sesuai konstitusi dan hukum yang berlaku.
Politisi senior Partai Golkar itu mengingatkan, dimanapun demokrasi tak dapat terpisah dari konstitusi dan hukum. Apabila praktek demokrasi suatu negara mengabaikan konstitusi dan hukumnya maka demokrasinya praktis akan bergeser berubah menjadi "anarkhisme" yang niscaya pada waktunya akan membawa kehancuran eksistensi bangsa negara itu sendiri.
"SOKSI berharap praktek demokrasi yang keliru seperti itu tak akan terjadi di Indonesia. Dan jika bangsa kita seandainya dihadapkan pada suatu kondisi keterpaksaan memilih diantara berbagai pilihan politik, tentunya setiap warga negara akan memilih eksistensi bangsa negara sebagai pilihan bijaksana," kata ia.
Terhadap pendapat pembenaran penundaan Pemilu 2024 dengan argumen preseden penundaan Pemilu 1968 menjadi 1971 dan Pemilu 2002 menjadi 1999, Ketum SOKSI itu mengatakan, perlu dipikirkan ulang agar tidak terjebak naif, karena konteks dan kondisi serta tantangan masyarakat bangsa negara ketika itu amat berbeda dengan kondisi sekarang