Kabargolkar.com - Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo, menekankan tahun 2024 adalah penanda penting dalam demokrasi di Indonesia. Menurutnya, Pemilu di Indonesia sangat kompleks dan menelan biaya yang sangat mahal.
"Pemilu di Indonesia sangat kompleks, dengan biaya yang sangat mahal. Dana yang dikelola oleh KPU RI saja mencapai hampir Rp 77 triliun, belum termasuk dana yang dikelola lembaga-lembaga lain untuk menopang aktivitas pemilu, termasuk di TNI dan Polri. Pemilu memang mahal, namun itulah biaya yang harus dikeluarkan untuk menegakkan demokrasi secara prosedural," ujar Bamsoet dalam keterangannya, Rabu (23/8/2023).
Calam Seminar Kebangsaan yang diselenggarakan Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), secara virtual dari Jakarta, Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan di negara-negara Asia Tenggara khususnya dan Asia pada umumnya, pengelolaan Pemilu termasuk yang paling tertata dan kerap dijadikan rujukan.
Namun di sisi lain, tidak dapat dipungkiri, ada beberapa persoalan yang perlu diselesaikan. Misalnya terkait regresi demokrasi. Sejak tahun 2020, sudah ada beberapa publikasi, antara lain Thomas Power dan Eve Warburton (tahun 2020) yang menyoroti kekhawatiran demokrasi di Indonesia bergerak dari stagnasi menuju regresi dalam satu dekade terakhir.
"Sedangkan laporan Democracy Index dari the Economist Intelligence Unit tahun 2022 mencatat Indonesia memperoleh skor demokrasi yang sama pada tahun 2021, yaitu 6,71 dari 10. Tetapi secara ranking demokrasi Indonesia mengalami penurunan, dari posisi 53 ke posisi 54 dari total 167 negara," jelas Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI ini menerangkan persoalan lainnya yakni politisasi identitas yang menjadi lebih jelas dalam beberapa tahun terakhir di berbagai negara, tidak terkecuali di Indonesia. Dalam tiga edisi terakhir pemilihan, yakni Pemilu 2014, Pilkada DKI 2017, dan Pemilu 2019 telah terjadi polarisasi politik yang begitu besar. Hal tersebut tampaknya masih akan terus berlanjut pada Pemilu 2024, lantaran perbedaan afiliasi politik di antara masyarakat.
Sebagaimana terekam dalam laporan survei Litbang Kompas bertajuk 'Tantangan Menepis Polarisasi Politik Pemilu 2024;, sebanyak 27,1 persen responden menilai sikap saling tidak menghargai pilihan atau intoleransi menjadi sumber utama terjadinya polarisasi ketika Pemilu.
Politik uang juga masih menjadi persoalan besar yang dihadapi. Merujuk hasil pemetaan kerawanan Pemilu dan pemilihan menyoal politik uang yang dilakukan Bawaslu pada tahun 2023, terdapat lima provinsi paling rawan yang perlu mendapatkan pengawasan ketat. Yakni Maluku Utara dengan skor 100, Lampung skor 55,56, Jawa Barat skor 50, Banten skor 44,44, dan Sulawesi Utara skor 38,89.
"Jika dilihat berdasarkan agregasi tiap kabupaten/kota, Papua Pegunungan menjadi provinsi dengan tingkat kerawanan tertinggi politik uang. Semua kabupaten di sana masuk dalam kategori rawan. Sembilan provinsi di bawah Papua Pegunungan adalah Sulawesi Tengah, DKI Jakarta, Kalimantan Barat, Banten, Lampung, Papua Barat, Jawa Barat, Kepulauan Riau, dan Maluku Utara," terang Bamsoet.