[caption id="attachment_16089" align="alignnone" width="802"]
Ketua Fraksi Partai Golkar (FPG) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Timur (Jatim), Sahatu Tua Simanjuntak (kiri) tengah bersalaman dengan Gubernur Jatim, Soekarwo (kanan) usai menggelar rapat penyampaian Pendapat Akhir Fraksi-Fraksi terhadap Rancangan APBD Tahun Anggaran 2019, Rabu (28/11). [beritajatim][/caption]
Kabargolkar.com, SURABAYA - Akhir tahun 2018 merupakan momentum penting bagi Provinsi Jawa Timur, terkait tahun terakhir masa kepemimpinan kepala daerah yang mewajibkan penyiapan dua dokumen Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) sebagai pertanggungjawaban akhir masa jabatan maupun Rancangan APBD Tahun Anggaran 2019 yang pembahasannya dalam bulan yang hampir bersamaan.
Menyikapi hal tersebut, ketua Fraksi Partai Golkar Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jatim, Sahat Tua Simanjuntak sebagai Juru Bicara (Jubir) Fraksi menuturkan, banyak hal dan persoalan yang dipertanyakan Fraksi Golkar. Menurutnya, inti dari berbagai hal yang dipertanyakan FPG adalah arah serta strategi kebijakan yang akan dicapai.
"Selain itu juga kapasitas pendapatan dan belanja, berbagai target sasaran program prioritas serta fokus-fokus kebijakan mencapai target IKU utamanya terkait penanggulangan kemiskinan, penyerapan tenaga kerja dan pelayanan kebutuhan dasar masyarakat," kata Sahat.
Sahat membacakan Pendapat Akhir (PA) FPG pada Rapat Paripurna dalam acara penyampaian Pendapat Akhir Fraksi-Fraksi terhadap Rancangan APBD Tahun Anggaran 2019.
Beberapa hal yang menjadi perhatian Fraksi Partai Golkar antara lain:
Dari Komisi-B (Ekonomi) terdapat beberapa point penting, yakni alokasi anggaran Belanja Langsung di sektor Kelautan dan Perikanan diharapkan mampu meningkatkan kapasitas pengelolaan sub-sub sektor secara seimbang, di samping juga keterampilan sumberdaya manusia serta integrasi dengan sektor pariwisata. Program hulu-hilir di sektor perikanan dan kelautan serta perkebunan hendaknya terus diimplementasikan dengan benar dan terukur.
Kebijakan perdagangan antarpulau perlu terus diintensifkan dengan memerankan KPD, sekaligus menajamkan dan mengevaluasi keberadaan KPD tidak hanya sebatas sebagai media pengumpul, tetapi juga pengembangan pasar regional.
Khusus tentang pengembangan Desa Wisata, diperlukan integrasi kebijakan bersama lintas sektor (Disparbud-Koperasi/UKM, Kelautan dan juga Kab/Kota), dibarengi dengan Tatakelola Destinasi melalui pemberdayaan masyarakat.
Diperlukan regulasi yang mampu mengatur sinergitas pelaksanaan program antara pusat-provinsi dan kab/kota, sekaligus melindungi kapasitas masyarakat lokal untuk memberi manfaat bagi mereka.
Program Perhutanan Sosial yang menjadi fokus tahun 2019 termasuk pengembangan Agro Forestry agar dipantau dan dengan capaian yang terukur. Persoalan ini menjadi sangat penting,.sehingga diperlukan regulasi yang khusus untuk menghindari konflik di lapangan dan menjamin hasil yang lebih optimal, untuk itu diperlukan peran aktif Pemprov mengawal program ini.
Perlunya kebijakan terobosan atas produktivitas tebu rakyat dan tata niaga gula agar petani tidak pada posisi selalu dirugikan.
Dari Komisi-C (Keuangan) terdapat hal penting, yakni antara lain pada sisi Pendapatan Asli Daerah, terdapat tambahan sebesar Rp 280 miliar yang diperoleh dari Bapenda, Badiklat, Dishub, Diparbud, Disnak, Distan dan Ketahanan Pangan serta beberapa BUMD