Kabar NasionalKabar DaerahKabar ParlemenKabar Karya KekaryaanKabar Sayap GolkarKagol TVKabar PilkadaOpiniKabar KaderKabar KabarKabar KabinetKabar UKMKabar DPPPojok Kagol Kabar Photo
KABAR KADER
Share :
Kejayaan Dan Turbulensi Internal (Sejarah Golkar Bagian 3)
  Kabar Golkar   18 Oktober 2019
[caption id="attachment_13777" align="aligncenter" width="650"] Sudharmono,
Try Sutrisno dan Benny Murdani (Detik).[/caption] kabargolkar.com � Dalam konsep kepemimpinan otoriter, loyalitas sekondan politik adalah syarat perlu untuk menjaga stabilitas politik, disebabkan kekuasaan otoriter akan selalu merasa ada ancaman penggulingan. Dalam tradisi Jawa, konsep negara alam antara (mesokosmos) antara semesta (makrokosmos) dan manusia (mikrokosmos), sehingga harmoni dan kemakmuran negara akan terwujud bila terjadi keseimbangan hubungan antara raja yang dianggap bapak, dengan rakyat (kawulo) yang memerlukan perlindungan sang raja. Presiden Suharto menjaga stabilitas kekuasaan Orde Baru dengan dua konsep tersebut, kepemimpinan otoriter dan tradisi Jawa. Pak Harto selalu berupaya menjaga keseimbangan hubungan pemerintah dan rakyat menurut tradisi Jawa, dengan konsekuensi sistem Orde Baru meniadakan adanya oposisi. Sebagai pemimpin dalam sistem otoriter, Pak Harto kemudian memelihara para sekondan politik yang beliau anggap tidak akan mengancam kekuasaannya. Karena memerlukan sekondan yang tidak mengancam itulah, Pak Harto merestui Mayjen Sudharmono, Menteri Sekretaris Negara sejak awal Pak Harto menjadi Presiden, sebagai Ketua Umum Golkar dalam Munas 1983. Pak Harto yang sudah memiliki gelar Bapak Pembangunan, mengambil alih kepemimpinan puncak sebagai Ketua Dewan Pembina, menggantikan Maraden Panggabean yang mengakhiri jabatan publiknya sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Agung. Golkar Semakin Sipil Pak Dharmono, demikian panggilan akrabnya, sebenarnya bukan sosok yang disukai para perwira Angkatan 45. Pada masa revolusi, beliau masih berstatus pelajar dan bertempur dengan pangkat kapten bersama Pasukan T (Tjadangan) Ronggolawe yang dilatih dan dipimpin langsung Panglima Divisi IV/Ronggolawe, Mayjen GPH Jatikusumo. Pasca revolusi, pemuda Sudharmono masuk Akademi Hukum Militer (AHM), kemudian lebih dikenal sebagai oditur (jaksa) militer. AHM yang didirikan pahlawan revolusi Sutoyo dan Siswondo Parman melahirkan perwira-perwira militer yang di masa Orde Baru berkarir sebagai jaksa dan hakim, seperti Sugih Arto, Ali Said, Ismail Saleh, dan Andi Muhammad Ghalib. Dengan demikian, Sudharmono tidak dianggap sebagai orang lapangan oleh sebagian besar perwira tinggi ABRI. Walaupun dianggap perwira kantoran, Pak Dharmono sebagai pemimpin jalur G dalam Keluarga Besar Golkar berusia lebih senior dari Jenderal Leonardus Benjamin �Benny� Murdani, Panglima ABRI. Keduanya sama-sama tentara pelajar era Revolusi, Pak Dharmono beroperasi di Cepu dan Temanggung, Benny Murdani di Solo. Di jalur B, selain ada sosok mantan ajudan Jenderal Sudirman, Mayjen Suparjo Rustam sebagai Menteri Dalam Negeri, terdapat pula sosok Marsda Ginanjar Kartasasmita Menteri Muda Peningkatan Produksi Dalam Negeri. Sebagai Menteri Sekretaris Negara, Pak Dharmono menguasai jejaring luas di birokrasi, BUMN dan pengusaha swasta. Sarwono Kusumaatmadja, mantan Ketua Umum Dewan Mahasiswa ITB di awal Orde Baru ditunjuk menjadi Sekjen DPP Golkar, berlawanan dengan kebiasaan pada masa itu di mana Ketua Umum dan Sekjen dijabat perwira aktif ABRI. Sarwono dikenal sebagai aktivis Perhimpunan Mahasiswa Bandung (PMB), organisasi sama yang melahirkan tokoh politik nasional seperti Rahmat Witoelar, Erna Witoelar, Muslimin Nasution, dan lain-lain
Kabar Golkar adalah media resmi Internal Partai Golkar. kami memberikan layanan media online, media monitoring dan kampanye digital politik untuk Partai Golkar dan seluruh kadernya.
About Us - Advertise - Policy - Pedoman Media Cyber - Contact Us - Kabar dari Kader
©2023 Kabar Golkar. All Rights Reserved.