Oleh: Bambang Soesatyo*
kabargolkar.com, JAKARTA - Radikalisme yang menguat dalam sebuah komunitas
bangsa berpotensi menghadirkan risiko negara gagal. Maka, semua elemen masyarakat Indonesia harus bertekad tidak memberi ruang bagi proses bertumbuh dan menguatnya radikalisme. Memperkokoh kembali kearifan lokal yang luhur akan memampukan bangsa menangkal radikalisme.
Suka tidak suka, patut diakui bahwa penyebaran paham radikalisme belum terhenti. Mayoritas warga memang menolak paham ini. Namun, mereka yang menerima paham ini sudah terlanjur eksis, dan menyebar di berbagai lingkungan kehidupan masyarakat. Beberapa di antara mereka bahkan mau tampil di ruang publik dengan menyemburkan narasi yang tidak pantas menurut adat ketimuran. Ratusan lainnya yang berstatus terduga teroris sudah ditangkap oleh Detasemen Khusus (Densus) Anti-Teror 88 Mabes Polri. Tapi, dengan penangkapan itu, tidak berarti persoalan selesai.
Pekan lalu, tepat pada hari yang sama, pimpinan dua institusi negara mengajak dan membangkitkan lagi kepedulian semua elemen masyarakat terhadap penyebaran paham radikal. Mereka adalah Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisari jenderal Boy Rafli Amar.
Ketika memimpin apel gelar pasukan yang diikuti 2.655 prajurit TNI AD wilayah Jabodetabek di Lapangan Monas, Jakarta, Selasa (25/1), Jenderal Dudung mengingatkan lagi bahwa kelompok radikal telah memasuki beberapa elemen masyarakat. Fakta ini dibahas dalam Rapat Pimpinan (Rapim) Kementerian Pertahanan Tahun 2022. Karena itu, Jenderal Dudung mengingatkan para komandan satuan TNI AD selalu waspada dan sudah menentukan langkah antisipasi agar prajurit TNI siap menghadapi segala kemungkinan yang terjadi.
Hari itu juga, Kepala BNPT Komjen Boy Rafli Amar mengikuti rapat dengan Komisi III DPR. Dalam Rapat itu, Kepala BNPT mengungkapkan bahwa tidak kurang dari 198 pondok pesantren terafiliasi dengan sejumlah organisasi teroris, baik dalam dan luar negeri, termasuk ISIS. Dari jumlah itu, 11 di antaranya terafiliasi dengan jaringan organisasi teroris Jamaah Anshorut Khilafah (JAK), 68 pesantren terafiliasi dengan Jemaah Islamiyah (JI), dan 119 terafiliasi dengan Anshorut Daulah atau simpatisan ISIS. BNPT juga memetakan sejumlah rumah singgah di daerah yang diduga milik jaringan teror. Rumah tersebut tersebar di beberapa daerah di Jawa Barat seperti Depok, Karawang, dan Cilacap.
Selain itu, sepanjang tahun 2021, Polri sedikitnya telah menangkap 392 terduga teroris di berbagai daerah. Mereka terlibat dalam 26 kasus tindak pidana ekstremis dan terorisme di berbagai wilayah di dalam negeri. Data lain yang menggambarkan perkembangan radikalisme di dalam negeri terlihat pada penggunaan media sosial (Medos). Tahun lalu misalnya, BNPT mencatat tidak kurang dari 600 akun Mesos terindikasi radikal. Dari jumlah itu, 409 akun di antaranya berisi konten informasi serangan. Dan, 147 konten bertema anti-NKRI serta tujuh konten yang intoleran