Kabargolkar.com - Jakarta - Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Jawa Barat
Tubagus Ace Hasan Syadzily mengajak para santri untuk terus konsisten dalam menjaga dan merawat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pasalnya, NKRI didirikan oleh para 'founding father' termasuk para ulama dari pondok pesantren (Ponpes) di seluruh Tanah Air.
Hal tersebut diungkapkan olehnya saat menjadi pemateri pada Halaqah Internasional Milad Pondok Pesantren Al-Qur'an Al-Falah Cicalengka Nagreg Ke-53 dan Haul Mu'assis (alm) KH. Q. Ahmad Syahid di Komplek Pondok Pesantren Al-Qur'an Al-Falah 2 Nagreg Bandung.
"Selama ini pondok pesantren telah banyak memberikan kontribusi bagi perjalanan bangsa dan negara, untuk itu pesantren jangan sampai keluar dari rel yakni rel "Ahlusunah Waljamaah dan rel kebangsaannya yakni Pancasila," kata pria yang akrab disapa dengan Kang Ace dalam keterangan tertulis, Kamis (10/8/2023)
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI itu menjelaskan pentingnya merawat kebangsaan tersebut bagi para santri dalam rangka menjaga 'rahmatan lil alamin'. Terlebih sejatinya NKRI seperti diyakini para ulama pendiri bangsa sebagai sebagai wujud 'Darul Misaq' atau negara kesepakatan yang menjunjung tinggi nilai-nilai keberagaman.
Ia pun mengajak para santri untuk berpolitik dalam kerangka merawat kebangsaan tersebut. "Tadi sekilas apa yang disampaikan oleh Mbak Yenny (Yenny Wahid) disebutkan bahwa politik yang kita maksud adalah untuk kemaslahatan bangsa, bukan politik praktis," ungkapnya.
Menurutnya, ada misi besar yang harus dilakukan oleh para santri dalam merawat kebangsaan ini antara lain adalah siyasatud dunya (mengatur urusan dunia) dan hirasatud din (menjaga agama).
"Sewaktu saya di pesantren diajarkan oleh guru saya almagfirah KH. Ilyas Ruchyat, mantan Rois Syuriyah PBNU, politik itu tujuannya ada dua, yakni membangun kemaslahatan dunia dan menjaga agama sebab itu kita para santri harus berpolitik," ujarnya.
Menurutnya, kehidupan tidak bisa lepas dari proses politik. Ia mencontohkan Undang-undang Pesantren misalnya itu hasil keputusan politik sehingga fungsi dan peran pesantren dalam kehidupan berbangsa dan negara bisa diwujudkan.
"Jangan sampai negara lupa terhadap pesantren padahal yang mendirikan negara ini salah satunya adalah para ulama dari pesantren," ungkapnya.
Ia mengatakan pesantren telah lama mengajarkan penghormatan terhadap perbedaan pendapat. Hal itu bisa menjadi dasar untuk menjaga keberagaman dalam rangka menjaga negara kesatuan Indonesia.
"Contoh mengajarkan perbedaan pandangan di lingkungan pesantren misalnya, dalam kitab-kitab yang diajarkan selalu ada istilah 'kama qola' (seperti yang dikatakan) atau waqila (dan seseorang mengatakan) dan lain-lain," ujar Kang Ace.
Ia kemudian mengutip cendekiawan Islam, Al-Mawardi dalam bukunya Al-Ahkam al-Sultaniyyah, tentang pentingnya merawat kebangsaan tersebut. Bahwa politik kaum santri itu adalah dalam kerangka 'Tasharruful imam alar ra'iyyah manuthun bil maslahah'. Bahwa kepemimpinan atau politik itu harus semata-mata dalam rangka pelayanan yang berlandaskan kepada kemaslahatan bersama (umum).
"Bahwa politik yang dimaksudkan adalah sebagai bentuk tanggung jawab dan kepedulian, dengan mengutamakan kepentingan umum (maslahah). Ini mencerminkan ide bahwa kepemimpinan politik seharusnya dilakukan dengan tujuan memajukan kemaslahatan bersama, bukan hanya berfokus pada kepentingan pribadi atau golongan tertentu," ujarnya