Kabargolkar.com - Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) saat ini terus mendorong
perbaikan dan peningkatan tata kelola kebijakan pupuk bersubsidi.
Upaya ini dilakukan dengan penyempurnaan pengelolaan data petani, data lahan, dan dosis pupuk, sekaligus mengintegrasikan sistem digitalisasi penyaluran pupuk bersubsidi.
Merespon hal tersebut, anggota Komisi IV DPR RI Firman Subagyo mengatakan, tata kelola pupuk subsidi pada dasarnya memang harus segera dibenahi.
Mulai dari data di lapangan agar lebih valid dan akurat, hingga pengawasan yang ketat dari tingkat distributor ke masyarakat.
Anggota DPR RI Fraksi Partai Golkar ini mengungkapkan, data pada sistem Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok-elektronik (e-RDKK), penerimaan pupuk subsidi sudah tidak akurat sejak pengumpulan data di lapangan.
"Tidak sedikit petugas Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) yang mengumpulkan data tidak akurat lantaran setiap satu orang ditugaskan untuk mengakomodir tiga sampai empat desa, bahkan satu PPL untuk satu kecamatan," kata Firman dalam keterangan persnya, beberapa waktu lalu.
PPL yang bertugas untuk mengumpulkan data e-RDKK, kata Firman, tidak mendapatkan insentif apa-apa sehingga banyak yang hanya menyalin data.
“Ini menimbulkan ketidakakuratan terhadap data yang ada, sehingga ada orang meninggal itu masih terdaftar sebagai petani yang mendapatkan pupuk subsidi, ada juga yang tidak berhak mendapatkan alokasi pupuk subsidi,” ungkapnya dalam keternagan yang kami lansir dari laman antara, Rabu (20/7/22).
Wakil Rakyat asal Jateng ini menuturkan, tidak sedikit masyarakat petani yang tidak berhak mendapatkan pupuk subsidi juga terdaftar sebagai penerima bantuan.
"Padahal, tujuan program pupuk bersubsidi ditargetkan untuk petani yang tidak mampu yang memiliki luas lahan maksimal 2 hektare (ha) dibuktikan dengan kepemilikan yang sah," ucap Waketum Partai Golkar ini.
Namun, di lapangan juga terdapat petani yang memiliki lahan lebih dari 2 ha mendapatkan pupuk bersubsidi. Selain itu, ada pula petani yang komoditas tanamannya tidak termasuk yang mendapatkan bantuan pupuk subsidi, seperti singkong dan hortikultura, juga mendapatkan bantuan pupuk.
Hal lain yang turut jadi permasalahan dalam distribusi pupuk bersubsidi adalah penyelewengan stok pupuk. Firman mengungkapkan tidak sedikit oknum di tingkat distributor ke bawah yang menyelewengkan stok pupuk subsidi, kemudian dijual lagi sebagai pupuk komersil di pasaran.
Data yang tidak valid pada saat pengumpulan e-RDKK juga ditambah dengan anggaran pemerintah yang terus dipangkas dalam program pupuk bersubsidi kian memperparah tata kelola. Dari kebutuhan puluhan juta ton pupuk, tidak semua terpenuhi karena keterbatasan anggaran.
“Jadi, antara kebutuhan dalam data e-RDKK yang catatan datanya tidak valid, kemudian di-matching-kan dengan alokasi anggaran pemerintah, itu tidak akan pernah ketemu. Artinya apa? Kesalahan terhadap masalah carut-marut pupuk ini bukan di industri, karena industri itu memproduksi pupuk sesuai dengan pesanan, yang kemudian didistribusikan kepada distributor sampai Lini III,” tutup Firman