MEMIMPIN GOLKAR, MEMIMPIN INDONESIA: Airlangga Hartarto untuk Wakil Presiden Jokowi 2019
[caption id="attachment_6646" align="aligncenter" width="670"]
Presiden Joko Widodo dan Menteri Perindustrian berjalan bersama saat acara gelar Industri Nasional beberapa waktu yang lalu / Photo Relawan Gojo[/caption]
Oleh :
Marlinda Irwanti
Golkar adalah partai yang dibangun oleh pendirinya dengan semangat kosmopolitan. Dimana Golkar merupakan sebuah partai politik yang menjadi lokomotif Indonesia dengan gagasan mendunia. Gagasan mendunia inilah yang kemudian menjadikan Golkar selalu terlihat lebih maju dari pada partai-partai di zaman Orde Baru maupun Era Reformasi ini.
Sebagai sebuah partai yang besar, dan ditempati oleh berbagai orang dari berbagai suku bangsa, budaya, etnis, agama dan kepentingan. Maka ketika Indonesia memasuki ekosistem politik reformasi, Golkar tetap menunjukkan jati dirinya sebagai partai besar, partai yang dinahkodai oleh orang-orang hebat di Negara ini. Golkar walaupun diguncang badai reformasi namun tetap kokoh sebagai bahtera yang dapat diandalkan.
Kekuatan–kekuatan Golkar ini menyebabkan tekanan internal maupun eksternal tak mampu memecahkan bahtera Golkar. Detoksin kekuatan yang ingin menghancurkan Golkar akhir harus mencari jalan keluar dari tubuh Golkar, dari pada dimusnahkan oleh antibodi Golkar. Robert K. Merton, mengatakan organisasi yang dapat bertahan hidup semacam ini disebabkan sistem AGIL yang baik diinternal organisasi. Sistem AGIL Golkar yang baik ini akhirnya selalu melindungi Golkar dari perpecahan. Sebaliknya gerakan detok mengeluarkan kelompok-kelompok perlawanan internal Golkar menjadi partai-partai politik baru seperti Hanura, PKPI, dan yang terakhir adalah Partai Berkarya, tanpa harus merusak Golkar secara fundamental.
Namun sebagai partai politik yang berbasis keindonesiaan, dan memiliki sejarah unifikasi dimasa lalu, diakhir era reformasi, Golkar harus melalui satu ujian terkhir sebelum naik kelas menjadi partai super elite di Indonesia, yaitu harus menghadapi dualisme kepemimpinan, yaitu kepemimpinan Aburizal Bakri dan Kepemimpinan Agung Laksono. Hal ini disebabkan karena begitu banyak detoksifikasi di tubuh Golkar sehingga secara biologis Golkar mengalami degradasi energi.

Di saat inilah lahir pemimpin baru Golkar yang dapat menjadi mediasi semua pihak yang berseberangan di Golkar, yaitu Airlangga Hartarto. Walaupun ujian terakhir Golkar ini menjadi ujian terberat, namun akhirnya kepiawaian Airlangga Hartarto dapat menyatukan Golkar menjadi satu lagi dan dengan cepat mengakomodasi semua kekuatan Golkar dan merekonstruksinya menjadi kekuatan penyatu dalam internal Golkar. Gerakan ini tetap saja memiliki efek gesekan sebagai episode terakhir proses detoksinasi Golkar, dengan keluarnya kekuatan-kekuatan terakhir Soeharto dari tubuh Golkar. Jadi keluarnya Titiek Soeharto dari Golkar menjadikan Golkar secara kasat mata menjadi partai reformasi dan tidak lagi dibayang-bayangi oleh Orde Baru.
Airlangga Hartarto bukanlah kader Golkar biasa, ia lihai memainkan komunikasi politik dengan jurus-jurus dewa ketika kader lain tidak mampu memainkannya. Pada mula ia ditunjuk Jokowi sebagai Menteri Perindustrian menggantikan Saleh Husein, semua orang tahu kalau penunjukkannya sebagai Meteri Perindusrian bukan sekedar jatah penyeimbangan dari partai-partai pendukung Golkar, namun karena kelihaiannya memainkan komunikasi politik